Slider[Style1]

Suara West Papua

Internasional

Polhukam

Suara Mahasiswa

Opini

Pemkab Mamteng Mendukung Pengembangan Pelayanan GIDI di Wilayah Kepala Burung Papua Barat

BUPATI KAB.MAMABRAMO TENGAH
R.HAM PAGAWAK.SH,M.si

Gereja Pniel itu sendiri diresmikan pengoperasiannya oleh Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat, Irene Manibuy, SH ditandai dengan pembukaan papan selubung dan pengutingan pita oleh Kepala Kementerian Agama Provinsi Papua Barat,  Urbanus Rahangmetan di Kota Sorong, Minggu (1/5).



Dalam rangka Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan umat beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat beragama dan Pendirian Rumah Ibadat, Bupati Mamberamo Tengah R. Ham Pagawak, SH.M.Si bersama jajarannya berperan aktif dan mendukung penuh pengembangan pelayanan keagamaan guna proses pembinaan mental dan sprituil sebagai modal dasar pembangunan manusia yang merupakan subyek pembangunan di berbagai bidang. Peranan Pemerintah Kabupaten mamberamo Tengah seperti itu tidak hanyadilakukan di Provinsi Papua, namun kini Pemkab Mamteng terus mengembangkan sayap pelayanan Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) hingga ke Provinsi Papua Barat. Hal ini ditandai dengan kehadiran Gereja GIDI Wilayah Pantura Klasis Nabire Jemaat Pniel Kota Sorong Provinsi Papua Barat.
Selain melakukan pembukaan papan selubung dan peguntingan pita, juga dilakukan penandatangan prasasti oleh Wali Kota Sorong Drs. Ec. Lambert Djitmau,SE.MM Bupati Mamberamo Tengah, R. Ham Pagawak, SH,M.Si dan Presiden GIDI, Pdt. Dorman Wandikbo.

Peresmian Gereja GIDI Jemaat Pniel ini terasa istimewa sebab bertepatan dengan hari ulang tahun ke-60 masuknya injil di Pegunungan Tengah Papua. Dalam peresmianGereja itu, juga dilakukan pendeklarasian berdirinya GIDI Wilayah Kepala Burung.

Pada kesempatan itu tamu undangan yang dihadiri oleh Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua, Naftali Yogi mewakili Gubernur Papua,Presiden GIDI Pdt. Dorman Wandikbo, Bupati Mamberamo Tengah R.Ham Pagawak, SH, MSi, Wakil Bupati Yonas Kenelak, Wali Kota Sorong Lamberth Djitmau, Wakil Bupati Maybrat, DR. Edi Isak Hosyo, Ketua DPRD Mamberamo Berius Kogoya, STh, Wakil Ketua DPRD Maybrat, dan kepala-kepala SKPD di lingkungan Pemkab Mamberamo Tengah,kepala-kepala SKPD di lingkungan Pemkot Sorong serta jemaat Pniel dan juga tamu undangan Gereja-Gereja tetangga lainnya.

Setelah peresmian, dilakukan ibadah syukur yang dipimpin Presiden GIDI, Pdt. Dorman Wandikbo. Ibadah syukur itu berjalan dengan hikmat. Puji-pujian dilantungkan untuk memuji dan memuliakan Tuhan.
Wakil Gubernur Papua Barat, Irenne Manibuy dalam sambutannya mengatakan pemerintah Provinsi Papua Barat maupun Pemkot Sorong menyambut baik kehadiran Gereja GIDI di Wilayah Kepala Burung ini.

Menurutnya, ini menjadi tonggak sejarah perkembangan pelayanan Gereja GIDI di Provinsi Papua Barat.”Pemprov Papua Barat maupun Pemkot Kota Sorong akan selalu memberikan dukungan untuk perkembangan pelayan Gereja GIDI di Kepala Burung ini,” ujarnya.

Sementara Bupati Kabupaten Mamberamo Tengah, R. Ham Pagawak mengatakan sudah menjadi kewajiban bagi Pemkab Mamberamo Tengah untuk membantu perkembangan Gereja GIDI hingga ke Wilayah Kepala Burung ini,” imbuhnya.

 Presiden GIDI, Pdt. Dorman Wandiko menyampaikan terima kasih kepada bupati dan DPRD Kabupaten Mamberamo Tengah atas kepedulian untuk melihat pekerjaan Pelayanan Tuhan selama ini dan juga menyampaikan terima kasih kepada pemda Provinsi Papua Barat maupun Pemda Kota Sorong yang sudah menerima kami di Papua Barat,” ucapnya.
Berikut Foto-fotonya 

Muslim Biak Hadiri Nusantara Mengaji Biak papua

Ilustrasi jalan lintas pulau di Biak.
(CNN Indonesia/Tri Wahyuni)

BiakCNN Indonesia -- Ratusan warga muslim di Kabupaten Biak Numfor, Papua mengikuti Nusantara Mengaji di Masjid Agung Baiturrahman, Biak, Minggu (8/5). 

Gelaran ini, seperti diberitakan Antara, adalah untuk memasyakatan membaca Alquran di kalangan umat Islam di wilayah paling timur Indonesia itu. Acara yang merupakan kali pertama diadakan di Indonesia ini dihadiri Direktur Media Center Aswaja Nadhalatul Ulama Jawa Timur KH Abdurrahman Navis LC.

Koordinator Nusantara Mengaji Haji Andi Firman Madjadi, di Biak, mengatakan tujuan Nusantara Mengaji adalah mendoakan keselamatan dan kemaslahatan bangsa Indonesia. Selain itu, ditargetkan khatam bacaan kitab suci Alquran sebanyak 50 kali.

Peserta Nusantara Mengaji berasal dari perwakilan takmir masjid serta warga muslim dari berbagai kampung dan kelurahan Kota Biak.

Dengan mengaji bersama, lanjut Andi Firman, akan menanamkan kecintaan setiap warga muslim kepada Alquran dan memasyarakaran bacaan ayat suci Alquran di lingkungan keluarga.

Nusantara Mengaji di Biak dipandu ustad Mashudi alhafid, Imam Gambali alhahafid, serta ustazah Indah mufidah alhafidz. (sil)


Masyarakat Dua Distrik Sepakat Berdamai Usai Bentrok

Wakil Bupati Tolikara, Amos Yikwa ketika berbincang dengan masyarakat yang berkonflik dalam upaya perdamaian – Jubi/Islami
Wamena, Jubi – Masyarakat Distrik Panaga dan Gika di Kabupaten Tolikara akhirnya sepakat berdamai setelah terlibat bentrok pada Sabtu (9/4/2016).

Bentrok warga itu bermula atas keributan pembagian dana desa yang berujung meninggalnya seorang warga distrik Panaga dan dua lainnya mengalami luka berat.

Tak menerima itu, warga Distrik Panaga pun membalasnya dengan membakar puluhan Honai di Distrik Gika yang mengakibatkan warga distrik itu mengungsi ke Distrik Umagi.

Pemerintah Kabupaten Tolikara melalui Wakil Bupati, Amos Yikwa bersama Ketua Klasis GIDI Wilayah Tolikara, Pdt. Nayus Wenda dan Kepala distrik Panaga, Kepala Distrik Gika serta tokoh lainnya lalu mengunjungi distrik Panaga dan Umagi untuk mengupayakan perdamaian.

“Kejadian ini terjadi bermula karena soal pembagian dana desa, respek dan dana masyarakat miskin dan terjadinya di Distrik Kembu, sehingga saya harap kedepan kebijakan pembagian dana desa tidak lagi secara langsung tetapi lewat rekening kampung masing-masing agar kejadian ini tidak terulang kembali,” kata Amos di Distrik Panaga, Kamis (21/4/2016).

Dirinya menambahkan, distrik Panaga, Umagi dan Gika ketiganya menjadi korban atas perang suku yang terjadi dimana ada masyrakat yang kehilangan nyawa dan juga sakit berat dan puluhan honai masyrakat Gika terbakar hanya menyisakan satu buah gereja saja.
“Saya mengapresiasi tokoh gereja, pemuda, masyrakat dan kapolres Tolikara yang sudah datang langsung dan untuk kedua kalinya saya kesini situasi sudah aman dan mereka sudah komitmen tidak perang lagi dan sudah memutuskan menyerahkan kepada proses hukum, sehingga kita minta kepada Polisi untuk mampu memproses hukum sehingga tidak berlarut dan saya ingin ini menjadi pelajaran dan saya minta kepada masyarakat tiga distrik ini tidak terulang lagi perang dan masing-masing menjaga tempat tinggalnya sampai menunggu proses hukum,” harap Amos.

Ketua Klasis GIDI Wilayah Tolikara, Pdt. Nayus Wenda meminta kepada masyrakat tiga distrik agar tidak terulang lagi konflik. Sembari berharap, kehadiran seluruh pemimpin kabupaten Tolikara dapat membawa damai antara masyarakat baik yang mengawali maupun menjadi korban.

Kepala suku Umagi, Pinus Kogoya mengatakan, perang memang mengakibatkan kerusakan yang sangat parah. Oleh karena itu, ia berterima kasih kepada Pemkab Tolikara dan Gereja GIDI yang sudah berupaya mendamaikan kedua belah pihak. Pihaknya berjanji akan menjaga dan melindungi masyarakat. 

sumber Jubi (Islami)

PERSIAPA PERESMIAN GEREJA POS PI GIDI DI SORONG PROPINSI PAPUA BARAT

KETUA PANITIA PEMBAGUNAN
 GEREJA GIDI DI SORONG
ROBBY PAGAWAK
  Sorong 21-04-2016 Cheko papua. Persiapan peresmian Pos PI Gereja Gidi di Sorong Papua barat .Dalam hal ini ketu panitia Pembagunan Gereja PI GIDI atau salah satu panitia peresmian gereja Robby Pagawak mengatakan peresmian gereja kami akan di laksanakan pada tagal 1 Mei Bulan besok .

 Persiapan dan kesiapan semua panitia ,jemaat ,dan maupun pemuda pemudi sudah sangat mantap dan yang masih kekurangan kami akan melengkapi.
 
Kami sebagai panitia sangat bersyuhkur karena kekompakan pemuda/i dan jemaat ,maupun simpatisan dari gereja-gereja tetangga kami yang lain sudah membantu kami sehingga  semua persiapan dan kesiapan kami pun berjalan dengan sangat baik hingga saat. 

Untuk saat ini pemda Kabupaten Mambramo tengah sudah ada di tempat sekitar 30 orang lebih dan rombongan Bapak Bupati Mambramo Tengah R.H.Pagawak kira-kira akan datang ke Sorong   sekitar tangal 26 hari selasa nantinya. 

Dalam hal ini kami Panitia pun sudah mengundan Gubernur Papua Lukas Enembe Beserta Staf yang lainnya untuk hadir dalam kegiaatan peresmian gereja kami .

Kami panitia sudah yakin bahwa gubernur papua dan papua barat kalau tidak ada halangan pasti akan hadir harapan kami gubernur papua dan papua barat harus hadir karena kegiatan peresmian gereja kami ini berlingkup sanggat besar.

Folume yang kami perkirakan untuk tamu undangan kira-kira ribuaan massyarakat GIDI dan simpatisan, maka itu Kami panitia pun sudah sediakan tempat untuk para tamu undangan dari setiap daerah dan kami panitia pun juga sediakan dapur umum selama beberapa hari ini sebelum hari pelaksanaan peresmian tangal 1 mei kenapa kami siapkan dapur umum karena dalam seminggu ini para tamu butuh makan dan minum di tempat yang kami siapkan . Kami panitia tidak mau ambil resiko kalau terjadi apa-apa di luar sana jadi kami siapkan tempat makan umum. 

Saya sebagai ketua panitia pembagunan gereja Pos PI GIDI di sorong lebih tegas dalam hal membedakan perbedaan di antara pemuda/i, jemaat, dengan pemerintah Daerah ,kami disini adalah sama di Dalam kristus peresmian Gereja GIDI ini untuk kita semua anak-anak GIDI. 

Kami menghargai atas dukungan dan bantuan dari semua jemaat, maupun pemerintah daerah bantuan dan dukungan yang di berikan berupa apa pun itu bukan milik kami panitia dan jemaat tapi itu milik kemuliaan Tuhan Yang Maha Esah Jadi Hannya Tuhan Yesus Akan membalasnya dan memberkati mari setiap kita. 
Maka itu mari kita bersama-sama dukung dan sukseskan kegiatan peresmian Gereja Kami yang baru di buka di sorog ini . Di jelaskan oleh ket pembagunan gereja Pos PI sorong Ketika di tannya Cheko papua lewat HP.

 Di tambahkan Oleh Ibu Nesina Tabuni Persiapan Kami sangat luar biasah dan semua terakomodir dengan baik kami yakin kegiatan peresmian Gereja kami pasti akan sukses di hari H.

Ia juga tambahkan keluarga kami dari gereja POS 7 Sentani Jayapura sekitar ratusan orang lagi dalam perjalanan menuju sorong mereka di fasilitasi oleh salah satu kader gereja GIDI Pos 7 sentani Bpk Nerro Pagawak .S.Th . semoga mereka tiba dengan selamat di sorong .

 kami pun bangga karena sebelum tgl 1 mei nanti beberapa kepala-kepala wilaya kelasis bogo , kambo ,wollo maupun tua-tua gereja gidi yang ada di bogoga dan kelila maupun wollo akan di fasilitasi oleh Bpk Bupati Mambramo Tengah R.Ham. Pagawak .harapan kami semua itu berjalan dengan baik ,trimakasih kepada bapak bupati atas bantuannya.

Kata nessina bupati juga akan membantu sumbangan Babi dalam kegiatan peresmian gereja kami Belum tauh pasti jumlah babi yang akan di bantu oleh bapak bupati .ujar ibu nesina Tabuni ketika di tannya Cheko Papua lewat telvon HP.  CHEKO PAPUA

Foto-foto pembagunan gereja dan persiapan dan kesiapan peresmian gereja GIDI sorong papua






Waspadai Upaya Pemisahan Papua!

Organisasi Papua Merdeka meresmikan kantor United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada Senin (15/2/2016) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Peresmian kantor ULMWP ini dilakukan secara tertutup. Kehadiran lembaga ini bersama perkumpulan negara-negara di kawasan Melanesia berperan untuk mendorong referendum Papua ke Dewan PBB (Kompas.com, 15/2). ULMWP sebelumnya telah mendirikan kantor di Port Vila, ibukota Vanuatu, dan di Honiara, Kepulauan Solomon.
Pembukaan kantor ULMWP itu dibantah oleh Pemerintah. Meski demikian, pihak Kepolisian Resort Jayawijaya menyita papan Kantor ULMWP milik OPM di Jalan Trikora, Wamena Papua, pada Selasa (16/2/2016) sore (Kompas.com, 17/2).
Strategi Umum Pemisahan Papua
Upaya pemisahan (separatisme) Papua dilakukan melalui tiga strategi. Pertama, terus melakukan perlawanan di dalam negeri melalui sayap militer OPM dan melalui aksi-aksi non-kekerasan, semisal demonstrasi oleh mahasiswa, yang jelas menyuarakan kemerdekaan Papua. Kemerdekaan Papua terus disuarakan melalui berbagai organisasi termasuk LSM.
Kedua, melalui jalur politik dan internasionalisasi isu Papua. Babak baru internasionalisasi itu dimulai ketika Benny Wenda membuka kantor organisasi Free West Papua di Oxfort Inggris pada April 2013; diikuti pembukaan kantor di Belanda, Australia dan negara Melanesia; lalu pembukaan kantor ULMWP di Vanuatu dan Solomon Island; kemudian klaim peresmian kantor ULMWP di Wamena. Semua itu merupakan bagian dari internasionalisasi isu Papua. Kampanye yang selalu diangkat adalah pelanggaran HAM, penindasan dan ketidakadilan yang diderita rakyat Papua; juga terus disuarakan bahwa integrasi Papua ke Indonesia tidak sah.
Ketiga, terus mendesakkan referendum penentuan nasib sendiri untuk rakyat Papua. Internasionalisasi isu Papua adalah upaya untuk mendesakkan referendum ini. Strategi referendum Papua melalui Dewan PBB itu sama seperti strategi pemisahan Timor Timur dari Indonesia.
Pemerintah Lemah
Pembukaan kantor ULMWP itu menunjukkan Pemerintah lemah dalam menghadapi upaya disintegrasi (pemecahbelahan) Indonesia. Pemerintah cenderung membiarkan berbagai manuver untuk mengkondisikan kemerdekaan Papua.
Pada 1 Desember 2014, sekitar 300 mahasiswa asal Papua melakukan unjuk rasa di Bundaran HI Jakarta menyuarakan “Papua Merdeka”. Meski unjuk rasa itu dibubarkan oleh aparat, tak terlihat ada tindakan tegas terkait hal itu.
Pemerintah juga membiarkan kelompok-kelompok LSM liberal asing maupun lokal—termasuk pihak Gereja—gencar menyerukan pemisahan Papua. Hasil sidang sinode GKI (Gereja Kristen Indonesia) Oktober 2011 mengeluarkan pesan: mendorong “Hak Menentukan Nasib Sendiri” orang Papua. Pesan ini sejalan dengan rekomendasi Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia (World Alliance of Reformed Churches) tahun 2004. Sebelumnya, Timor Timur lepas dari Indonesia juga tidak terlepas dari peran Gereja bekerjasama dengan kekuatan imperialis asing dan LSM komprador.
Pemerintah pun lemah dan cenderung diam terhadap negara-negara yang memberikan jalan pembukaan kantor kelompok separatis Papua. Saat Free West Papua dengan tokohnya Benny Wenda membuka kantor di Oxford Inggris pada April 2013 silam, Pemerintah hanya melayangkan protes dan meminta penjelasan. Hal serupa juga dilakukan saat separatis Papua itu membuka kantor di Australia dan Belanda. Padahal Pemerintah Inggris, Australia dan Belanda mendiamkan saja pembukaan kantor itu. Pemerintah malah bekerjasama makin erat dengan negara-negara imperialis itu.
Sekarang, klaim peresmian kantor ULMWP di Wamena berusaha ditutupi dan dinafikan oleh Pemerintah. Pemerintah juga tidak tegas terhadap Vanuatu dan Solomon Island. Pemerintah malah akan membina hubungan dan meningkatkan hubungan dekat dengan neagra-negara Melanesia, termasuk Vanuatu dan Solomon Island.
Campur Tangan Asing
Semua pihak harus mewaspadai campur tangan asing dalam upaya pemisahan Papua. Semua pihak, khususnya Pemerintah, seharusnya paham, negara-negara imperialis tidak akan membiarkan Indonesia menjadi negara yang utuh dan kuat. Negara-negara imperialis ini akan selalu melakukan konspirasi untuk kepentingan ekonomi dan politik mereka.
Tidak boleh dilupakan, pada tahun 1998 pernah muncul rekomendasi dari Rand Corporation, lembaga kajian strategis yang sering memberikan rekomendasi kepada Kemenhan AS, bahwa Indonesia harus dibagi dalam 8 wilayah. Salah satu prioritas adalah memerdekakan Papua. Hal itu diugkap oleh Hendrajit dkk dalam buku Tangan-Tangan Amerika (Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia), terbitan Global Future Institute pada 2010. Rekomendasi skenario “balkanisasi” Indonesia yang dikeluarkan saat Bill Clinton berkuasa itu tampaknya dijalankan meski dengan detil proses yang dimodifikasi.
Faktor Pemicu
Senjata ampuh yang digunakan dalam proses disintegrasi, belajar dari kasus Timtim, adalah demokrasi. Sebelumnya, nilai penting demokrasi, yaitu hak menentukan nasib sendiri, terbukti sukses memisahkan Timtim dari Indonesia. Seharusnya ini menjadi alasan kuat untuk menolak sistem demokrasi. Bayangkan, jika tiap wilayah di Indonesia, atas nama hak menentukan nasib sendiri, menuntut merdeka, dipastikan Indonesia akan terpecah menjadi beberapa negara kecil yang lemah tak berdaya.
Mulusnya upaya pemisahan Papua tidak bisa dilepaskan dari kegagalan Pemerintah rezim liberal untuk mensejahterakan rakyat Papua. Meskipun Papua memiliki kekayaan alam yang luar biasa, rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Pangkalnya adalah peerapan demokrasi-kapitalisme. Sistem demokrasi telah memuluskan berbagai UU liberal yang mengesahkan perusahaan asing seperti Freeport untuk merampok kekayaan alam Papua.
Penting untuk disadari oleh semua pihak, khususnya rakyat Papua, pemisahan Papua dari Indonesia bukanlah solusi bagi persoalan rakyat Papua. Meminta bantuan negara-negara imperialis untuk memisahkan diri merupakan bunuh diri politik. Memisahkan diri akan memperlemah Papua. Negara-negara imperialis yang rakus justru akan lebih leluasa memangsa kekayaan alam dan sumberdaya negeri Papua. Pemisahan Papua hanyalah untuk kepentingan segelintir elit politik yang bekerjasama dengan negara-negara asing imperialis.
Solusi Tuntas
Tak ada jalan lain untuk keluar dari persoalan ini, kecuali dengan mencampakkan sistem kapitalisme-demokrasi, lalu menerapkan syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah Rasyidah. Syariah Islam akan menghentikan imperialisme Amerika, Inggris, Australia dan Barat. Syariah Islam akan menutup celah bagi negara imperialis memecah dan menguasai negeri ini. Allah SWT berfirman:
﴿وَلَن يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً﴾
Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin (TQS an-Nisa’ [4]: 141).
Syariah Islam akan menjaga keamanan dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat tanpa melihat suku, bangsa, warna kulit maupun agama. Kebijakan politik ekonomi Islam adalah untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan setiap individu rakyat; juga menjamin pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat.
Islam menetapkan kekayaan alam yang besar sebagai milik umum, milik bersama seluruh rakyat, yang haram dikuaai swasta apalagi asing. Kekayaan alam itu harus dikelola oleh negara mewakili rakyat. Hasilnya akan dihimpun di kas negara dan didistribusikan untuk membiayai kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada rakyat. Patokan dalam pendistribusian itu adalah setiap daerah diberi dana sesuai kebutuhannya tanpa memandang berapa besar pemasukan dari daerah itu. Sebab, Islam mewajibkan negara untuk menjaga keseimbangan perekonomian dan pemerataan kekayaan di antara rakyat dan antardaerah. Kesenjangan dan ketimpangan antarindividu dan antardaerah akan segera bisa diatasi dengan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh itu.
Wahai Kaum Muslim:
Menyelesaikan masalah Papua adalah dengan menghilangkan kezaliman dan ketidakadilan yang terjadi, mengelola kekayaan negeri demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta mendistribusikan kekayaan itu secara merata dan berkeadilan.
Walhasil, hal mendasar dan sangat penting bahkan vital adalah sesegera mungkin mewujudkan penegakan Khilafah Rasyidah yang akan menerapkan seluruh syariah Islam. Syariah Islam, ketika diterapkan secara total, pasti akan memberikan kebaikan kepada siapapun, termasuk non-Muslim. Syariah Islam inilah yang akan memberikan kebaikan kepada kita di dunia dan di akhirat. Dengan syariah dan Khilafah, Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin akan bisa nyata-nyata diwujudkan. WalLâh a’lam bi ash-shawâb[]


Komentar al-Islam
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menilai fenomena kemunculan lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT) di Indonesia adalah bagian dari proxy war atau perang proksi untuk menguasai suatu bangsa tanpa perlu mengirim pasukan militer (Kompas.com, 23/2).

  1. Buktinya, pihak asing menggelontorkan jutan dolar untuk mendukung LGBT.
  1. Perang proxy yang paling berbahaya adalah saat penguasa justru menjadi proxy (baca: boneka) pihak asing yang bekerja menjadi operator kepentingan asing. Jangan-jangan ini sedang terjadi di negeri ini.
Baca juga :
  1. Hasyim Muzadi: Jangan Ragu untuk Berantas Upaya Sparatisme Papua
  1. KNPB Tegaskan Kemerdekaan Papua dan Minta Dukungan Obama
  1. HTI: Sejahterakan Rakyat Papua dan Tolak Disintegrasi
  1. Masalah Utama Papua adalah Marginalisasi dan Diskriminasi
  1. [FOTO] Silaturahmi HTI Papua ke Kantor Polda Papua


ANAK ANAK UMAT KRISTIANI BANGSA PAPUA DI ISLAMNISASIKAN/DI JADIKAN AGAMA ISLAM OLEH NKRI DAN OLEH PARAH PESANTREN




foto anak 2 pesantren dari papua di pulau jawa
Bandung 21/01/ 2014 . cheko papua mengatakan bahwa !!! saat ini dimanakah para mentri agama ,gereja ,para pendeta ,dan para orang -orang tua dari anak anak bangsa papua yang terdapar di pulau jawa ini , 

 ini harus ada satu kebijakan atau tindakan dari pemerintah ,gereja ,dan para penginjil2 agama di tanah papua , 

hal ini sangat mennyakitkan bagi umat kristiani di tanah papua , kalau di biarkan dan hal ini trus berlanjut ,maka 20 thn ke depan  akan terjadi pemusnaan etnis umat kristianin di bangsa pilihan Allah khususnya di Tanah papua dan lebih cadisnya lagi yang akan terjadi yaitu pengguasaan umat beragama islam di seluruh pelosok tanah papua ,dan juga penguasaan wilayah oleh orang 2 non papua di tanah papua setelah di kuasai semua wilayah ,hak -hak orang papua ,hasil-hasil kekayaan alam kita akan di rampas dengan cara perlahan -lahan ,ini satu carah halus yang paling licik orang -orang lusiver (indonesia) yang akan masuk dengan berbagai cara yaitu melaluai agama ,pemakaran kabupaten , pemakaran propinsi, KB,trasmigrasi penduduk dari jawa ke papua, CP,PT,parpol,dan pengiriman TNI ,POLRI keseluruh wilayah kabupaten pemakaran .ini yang sudah terjadi dan akan berkembang lebih parah lagi di tahun 2 yang akan datang .sudah ada contoh2 terbesar yg terjadi di negara- negara kulit hitam seperty ,

 kamerun ,ganah ,afrika , jamaika , dan masih banyak negara kulit hitam lainnya yang sudah hampir di penuhi oleh agama islam . negara2 terbesar kulit hitam saja sudah terjadi apa lagi tanah papua yang penduduknya di hitung dengan jari tetap lebih cadis lagi yang akan terjadi . jadi satu kebijakan yg harus di ambil dari pemerintah ,gereja,dan para orang-orang  tua ,bahwa stop pengiriman pegiriman anak -anak  di bawah umur SMA ke pulau jawa , 

karena mereka itu di kirim bukan untuk sekolah umum tapi yang terjadi sekolah pesantren islam di pulau jawa , 

di sini saya mau pesan  ke pemerintahan kabupaten ,propinsi ,dan para orang tua  bahwa ,!!!!sekolahkanlah anak2 bangsa papua di bawah umur SMA di tanah papua saja karena sekolah 2 di tanah papua lebih bagus 2 lagi (dengan tegas mengatakan saya mengatakan ) .satu pesan buat kita mahasiswa -mahasiwi papua di pulau jawa bahwa!!!!!! 

mari kita bertindak dan lacak para bisnis -bisnis atau para kelompok kelompok orang2 tersebut mulai dari tanah papua sampai di pulau jawa karena mereka ini adalah memiliki kepentingan -kepentingan umum dan khusus untuk merusak tanah papua ke depan . 


https://www opini ferry cheko papua











ini foto 2 anak papua di pulau jawa

Jemaat GKI Taman Yasmin Minta SBY Belajar kepada Jokowi

kontitusi
JAKARTA[PAPOS]-Jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin Kota Bogor dan Huria Kristen Batak Protestan Filadelfia Bekasi kembali beribadah di Jalan Medan Merdeka Utara depan Istana Merdeka, 

Minggu (1/9/2013) siang. Setelah beribadah, mereka berorasi dan meminta Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono belajar dari Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dalam menegakkan konstitusi.
Juru bicara GKI Taman Yasmin, Bona Sigalingging, mempertanyakan sikap Presiden yang tak kunjung menyelesaikan permasalahan pendirian gereja tersebut. Ia mengatakan, jemaat GKI Taman Yasmin akan terus beribadah di depan Istana setiap dua pekan sekali hingga kasus penyegelan gereja itu selesai.

"Seharusnya SBY mau belajar dari Gubernur DKI Jakarta atas kasus Lurah Lenteng Agung. Beliau (Jokowi) mengesampingkan sentimen-sentimen intoleran," ujar Bona seperti dilansir kompas.com di depan Istana Presiden, Jakarta Pusat, Minggu (1/9).

Jemaat GKI Taman Yasmin terus melakukan ibadah di depan Istana Presiden pukul 13.00-15.00. Mereka berharap gereja tersebut tidak disegel dan izin mendirikan bangunan gereja diberikan.

"Kami hanya mau menuntut kebenaran. Kami hanya mau beribadah di gereja kami kembali. Kami enggak muluk-muluk, kami minta segel di gereja dibuka agar kami bisa beribadah," ujar anggota jemaat lain.
Hingga kini jemaat GKI Taman Yasmin tidak diperbolehkan melakukan ibadah di gedung gereja yang mereka bangun di Taman Yasmin, Kelurahan Curug Mekar, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor melalui Wali Kota Bogor Diani Budiarto menyatakan telah terjadi tindak pidana pemalsuan surat dan penipuan pernyataan tidak keberatan dari warga oleh pengurus gereja tersebut.[kcm/frm]

Terakhir diperbarui pada

Freedom Flotilla sampai di Selat Torres

aktivis papua M dari austrli menuju papua

Belasan aktivis Australia yang mengklaim melakukan perjalanan misi budaya menuju Papua dan Papua Nugini sudah sampai di Kepulauan Selat Torres, ujung utara teritori Australia.
Amos Wainggai, salah seorang aktivis yang ikut dalam pelayaran Freedom Flotilla kepada Radio Australia mengungkapkan mereka baru tiba hari ini (3/9) di Kepulauan Selat Torres yang terletak paling ujung utara Benua Australia dan berbatasan langsung dengan Papua Nugini.

Menurut Amos yang juga aktivis Papua Merdeka dan kini bermukim di Australia menyampaikan tengah mempersiapkan diri melintasi Selat Torres dan masuk ke Papua Nugini.

“Kita baru tiba di pulau Torres, di Torres Island, tepatnya di Thursday Island. Dari Torres kita menuju ke Daru (Papua Nugini) terus ke Merauke,” ungkapnya.

Selama dua pekan perjalanan dari kota pesisir timur Australia, Cairns, kru Freedom Flotilla tidak mengalami hambatan.

Amos menyampaikan mereka juga tidak dihalang halangi oleh otoritas keamanan Australia.
“Sampai saat ini mereka tau, tapi untuk pengawalan tidak ada,” sahut Amos.

Dia juga bercerita kapal yang berlayar kini bertambah satu kapal lagi, dari sebelumnya tiga menjadi empat kapal plus dengan dua orang tambahan kru, total menjadi 19 orang.

Dua tambahan kru adalah aktivis Australia yang ikut sejak dari Cooktown.
“Kami tidak bisa sebutkan nama dan organisasinya, tapi kami semua Freedom Flotilla,” tukasnya.
Amos memperkirakan bakal memasuki Merauke, Papua, sebagai tujuan akhir pelayaran sekitar dua pekan jika tidak menghadapi kendala cuaca.

“Sampai sekarang tidak ada masalah. Cuaca baik 24 degree. Perjalanan menyenangkan dengan cuaca bersahabat,” kata Amos.

Freedom Flotilla mengklaim melakukan perjalanan budaya kendati mendapat penolakan dari  Pemerintah Indonesia dan tanpa restu dari Pemerintah Australia.

Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr sebelumnya tegas menyatakan tidak akan memberikan bantuan konsuler kalau mereka melanggar hukum Indonesia dan Papua Nugini.

Carr menganggap perjalanan Flotilla ilegal dan berpotensi melanggar hukum dua negara yang hendak dituju.
“Jangan harapkan pajak Australia dihabiskan untuk menangani kasus kalian, seperti 
penanganan warga negara Australia lainnya di Bali,” ujar saat berkunjung ke Jakarta dua pekan lalu.

Sementara kru Freedom Flotilla membantah jika ada tudingan yang menyebut perjalanan itu mempunyai misi politik.
“Kalau nanti bisa tiba di Merauke, kami akan buat acara upacara adat. Akan ada upacara penyambutan dari seluruh orang Papua untuk mempersatukan dua pulau yang terpisah sekian lama,” jelas Amos Wainggai.
Perjalanan juga disebut mempunyai misi untuk memperingati pemisahan daratan Australia dan pulau Papua sejak zaman pencairan es 10 ribu tahun yang lalu dan era kolonisasi.

Amos Wainggai datang ke Australia sebagai pengungsi pencari suaka politik yang kini menetap di Melbourne sejak 2006.

Dia mendapat suaka bersama 42 aktvis Papua Merdeka lainnya dari Australia dan baru mendapat paspor Australia dua tahun lalu.
Dalam pelayaran Freedom Flotilla kali ini, selain Amos juga ditemani oleh Jacob Rumbiak yang juga dikenal sebagai aktivis Papua Merdeka lainnya.
Sumber:  RadioAustralia

SEJAK KECIL, KELUARGA GUBERNUR PAPUA BICARA MERDEKA

GUBERNUR PAPUA LUKAS ENEMBE
Jayapura, 17/8 (Jubi)“Keluarga saya banyak yang meninggal karena bicara merdeka. Ada yang lari ke PNG, Manokwari dan ke mana-mana. Dari saya kecil, orang bilang besok merdeka. Sampai saya jadi gubernur, mana buktinya?”

Demikian dikatakan gubernur Papua, Lukas Enembe dalam kunjungannya ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A  di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Sabtu (17/8).

Karena itu, dia mengimbau agar masyarakat Papua berbicara soal membangun Papua dan kesejahteraan rakyat; berbicara soal hak-hak dan kewajiban pada relnya. “Seperti Freeport misalnya, itu yang saya sedang tuntut. Kenapa orang minta merdeka? Karena kesejahteraan,” katanya lagi.

“Bagi saya, sehebat apapun seseorang, tidak ada yang kebal hukum, apalagi untuk kasus korupsi. Kami tidak mengkategorikan mereka sebagai yang jahat. Untuk mereka yang berbicara kasus makar, saya cuma bilang saya ini dari kecil, keluarga bicara merdeka,” lanjut mantan Bupati Puncak Jaya ini.

Kepada Lapas Abepura, gubernur Papua memberi apresiasi atas remisi 800-an warga binaannya pada HUT kemerdekaan RI ke-68 tahun. Ia juga berterima kasih kepada pemerintah, selain kepada petugas Lapas yang selama ini membina. Gubernur Lukas berharap, tahanan dan narapidana yang keluar, memperbaiki kelakuannya, dan bertobat.   

(Jubi/Timoteus Marten)

Tokoh Gereja Minta Pemantau Khusus PBB ke Papua

Pdt. Socratez Sofyan Yoman dan Pdt. Dr. Beny Giay.
Belum jelas kapan Delegasi Melanesian Spearhead Group (MSG) akan berkunjung ke Jakarta dan Papua, untuk memenuhi permintaan aktivis Papua merdeka agar Papua bisa menjadi anggota negara-negara rumpun Melanesia (MSG), muncul tuntutan baru dari  dua tokoh gereja dari Papua yang selama ini cukup vokal menyerukan hak penentuan nasib sendiri bagi orang Papua. Tuntutan baru itu adalah agar Pemantau Khusus PBB segera datang ke Papua.
 

Kedua tokoh itu adalah Pdt. Socratez Sofyan Yoman dan Pdt. Dr. Beny Giay. Keduanya adalah Ketua Umum Gereja Baptis Papua, dan Ketua Sinode KINGMI. Diberitakan, saat ini Dubes Belanda Tjeerd de Zwaan sedang berkunjung ke Papua. Mengetahui kedatangan Dubes Belanda itu, Pdt. Socratez dan Pdt. Benny langsung mendatangi tempat penginapan pak Dubes Swissbelt Hotel, Jayapura. Maka terjadilah pertemuan pada 2 Juli 2013 malam hari di Hotel mewah itu. Keduanya diterima oleh Dubes Belanda didampingi Wakil Kepala  Divisi  Politik Kedubes  Belanda, Maarten Van Den Bosch.

Kepada media lokal, Socratez mengatakan pertemuannya dengan Dubes Belanda untuk membahas soal keberhasilan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Tanpa basa-basi Socratez langsung mengatakan bahwa Otsus  telah gagal.

Pernyataan Socratez ditimpali Pdt. Benny Giay. “Jadi kita  anggap Otsus  itu sudah ‘almarhum’. Sekarang persoalannya pemerintah Indonesia mengeluarkan dua kebijakan masing-masing  UP4B  dan Otsus Plus. Yang terakhir  ini belum diketahui kegunaannya karena belum  didiskusikan di publik,” jelas Ketua Sinode KINGMI ini. http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/halaman-utama/item/6220-minta-pemantau-khusus-pbb-diizinkan-ke-papua

Menurut Socratez, dirinya bersama Pdt. Beny Giay juga telah mengusulkan beberapa  hal kepada Dubes Belanda, agar   pemerintah Indonesia   perlu melakukan  beberapa  langkah. Pertama, bebaskan semua   Tapol/Napol di Tanah Papua tanpa  syarat.  Kedua, wartawan asing diizinkan masuk Papua  untuk  melihat pembangunan   di Papua. Ketiga,  ada pemantau khusus  PBB diizinkan masuk ke  Tanah Papua. Keempat, ada dialog  untuk  penyelesaian masalah Papua secara  komprehensif dan  bermartabat  melalui  dialog   damai  yang jujur antara pemerintah Indonesia  dan rakyat Papua tanpa syarat  dan dimediasi  pihak ketiga yang netral.

Otsus Gagal, thema klasik
Apa yang diserukan oleh kedua tokoh gereja di atas (otsus gagal, pembebasan Tapol/Napol, dialog dimediasi juru runding dari Negara lain, genosida) bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Tetapi bagian dari skenario besar kampanye politik untuk melepaskan Papua dari NKRI. Permintaan untuk mendatangkan pemantau khusus PBB adalah jalan pintas agar Papua diambil alih oleh PBB , seakan-akan kondisi keamanan Papua sudah sangat darurat. Dalam postingan saya terdahulu saya pernah mengulas hal ini dengan judul “Apapun Kemasannya, Papua Merdeka Misinya”. http://politik.kompasiana.com/2011/03/30/apapun-kemasannya-papua-merdeka-misinya-350797.html
Jadi, yang ada dalam pikiran kedua tokoh itu, bukan semangat untuk membenahi dan mempercepat pembangunan di Papua dalam koridor NKRI, tetapi bagaimana supaya Papua bisa segera lepas dan menjadi Negara sendiri. Sehingga apapun yang diperbuat oleh Pemerintah, pasti akan dituding SALAH!

Dan sekarang malah mengadukan masalah Otsus kepada Belanda yang pernah menjajah Papua ratusan tahun. Mungkin pemerintah Negeri Belanda memang peduli dengan bekas daerah jajahannya (Papua), tapi soal kebijakan Otsus, itu urusan interal Negara kita. Siapa yang bisa menjamin bahwa Belanda membantu Papua dengan proyek-proyek kemanusiaan, tetapi tidak ada “udang” di balik bantuannya? Mari kita waspadai bersama, demi keutuhan dan KEDAULATAN negeri tercinta ini.(Sumber:http://www.malanesia.com)

Kantor OPM di Oxford Dan Reaksi Pemerintah Indonesia


Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja
 Baptis Papua (PGBP),
Pdt. Duma Socratez Sofyan Yoman
(Foto: Oktovianus Pogau/SP)
 *Oleh: Socratez Sofyan Yoman 
Kita semua ikuti reaksi pemerintah dari berbagai media massa di Indonesia yang  berhubungan dengan pembukaan kantor OPM, pada  28 April 2013 di Oxford. Pembukaan ini dihadiri  anggota Parlemen Inggris sebagai Koordinator Parlemen Internasional untuk Kemerdekaan Papua Barat (IPWP) Andrew Smith, Wali Kota Oxford Mohammaed Niaz Abbasi, mantan Wali Kota Oxford Elise Benjamin,  dan Jeniffer Robinson, Charles Foster dari  pembela dan penasihat hukum Internasional untuk Papua Barat Merdeka dan seorang pemain Rugby Nasional Papua New Guinea Paul Aiton. 

Reaksi Pemerintah Indonesia
Reaksi Pemerintah Indonesia pada waktu Pembentukan Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP) pada 15 Oktober 2008, di kantor Parlemen Inggris di London   dan  pembukaan kantor OPM di Oxford  28 April 2013 sangat berbeda. 

Reaksi pemerintah menyikapi peristiwa pembentukan IPWP lima tahun yang lalu seperti yang pernah disampaikan menteri Luar Negeri Indonesia Hasan Wiradjuda : “Kegiatan di London itu hanya kongkow-kongkow saja karena dihadiri oleh tiga orang anggota Parlemen Inggris dari semua yang diundang”.

Peristiwa pembentukan IPWP itu dianggap remeh dan tidak ada dampak politik secara luas. Sebalilknya, pembukaan Kantor OPM di Oxford tahun ini, pemerintah Indonesia memberikan reaksi keras kepada Pemerintah Inggris.

Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa  memanggil Duta Besar Inggris Mark Canning untuk diminta penjelasan dan pertanggungjawaban.  Mark Canning menyampaikan posisi Pemerintah Inggris adalah tetap mendukung keutuhan wilayah Indonesia, termasuk Papua.

Dinilai  dari bobot reaksi Pemerintah Indonesia seperti ini sangat memalukan kita semua.  Pemerintah Indonesia menjadi negara  paranoid. Pemerintah Indonesia diselimuti dengan rasa ketakutan yang sangat luar biasa dan berlebihan.

Kalau pemerintah Indonesia paranoid-nya sudah berlebihan, patut dipertanyakan. Apa yang dilakukan dan disembunyikan pemerintah  Indonesia terhadap rakyat Papua selama 50 tahun? Mengapa pemerintah tidak mengijinkan wartawan asing masuk Papua?

Pemerintah Indonesia harus menyadari dan mengakui kejahatan yang dilakukan dan kegagalan selama  50 tahun di Papua.  Sangat memalukan, pemerintah Indonesia  menyerang pemerintah Inggris dan Negara-negara lain yang simpati dan mendukung rakyat Papua untuk  penegakkan hak asasi manusia dan demokrasi sebagai pilar dan nilai universal.

Pembukaan kantor OPM di Oxford adalah hak politik rakyat dan bangsa Papua yang diperjuangkan selama 50 tahun.  

Respons  Rakyat Papua
Sementara reaksi rakyat Papua terhadap pembukaan kantor OPM di Oxford adalah disambut dengan penuh sukacita di seluruh Tanah Papua.

Rakyat Papua melihat dan menilai bahwa pembukaan kantor OPM di Oxford merupakan cahaya kecil kemenangan dan harapan  yang diraih oleh rakyat Papua yang sudah diperjuangkan dan dinantikan selama 50 tahun dengan cucuran darah dan tetesan air mata.

Menurut  rakyat Papua, walupun Pemerintah Inggris  dan Negara-negara lain di dunia internasional tidak mendukung perjuangan Papua Merdeka dan mereka tetap mendukung Indonesia, rakyat Papua sudah sadar, bahwa yang berjuang untuk bebas dan berdaulat penuh di atas tanah leluhurnya adalah rakyat Papua  bukan pemerintah Inggris dan negara-negara asing. Walaupun, rakyat Papua sangat membutuhkan dukungan Negara asing.

Dalam semangat ini, rakyat Papua sudah merasa mendapat beberapa keuntungan dari pembukaan kantor OPM di Oxford adalah; (1) persoalan Papua sudah menjadi masalah nasional dan  internasional. Sudah tidak lagi rahasia umum.  (2) Reaksi keras dan berlebihan Pemerintah Indonesia dapat memperkuat dan membuka mata komunitas internasional tentang masalah Papua yang selama ini ditutup-tutupi. (3) Sekarang Rakyat Papua sudah menyadari bahwa dalam memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat demi masa depan mereka dan anak cucu  yang lebih baik dan damai tidak sendirian.  (4) Diplomasi pemerintah Indonesia yang berbasis pada  kebohongan-kebohongan selama ini  tidak berhasil meyakinkan komunitas internasional.  (5) Rakyat Papua yakin bahwa dunia sekarang semakin mengglobal dan masalah Papua yang disembunyikan selama ini sudah tidak lagi menjadi rahasia.  (6) Rakyat Papua semakin mendapat kepercayaan bahwa perjuangan melawan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia harus dilawan dengan cara-cara elegan,  bermartabat dan manusiawi, yaitu: lobby dan diplomasi di tingkat nasional dan internasional dengan menyampaikan bukti-bukti kejahatan dan kegagalan pemerintah Republik Indonesia atas Papua selama 50 tahun. 

Reaksi PBB
Menanggapi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pemerintah Indonesia atas Papua,  Komisioner HAM PBB Ibu Navi Pillay   di Genewa pada 2 Mei 2013 menyampaikan kekecewaannya atas kekerasan dan kejahatan kemanusiaan terhadap warga sipil Papua.  Pillay menyatakan ada banyak tanahan politik di Papua, tidak ada kebebasan berpendapat dan berkumpul rakyat Papua.

“Setelah kunjungan resmi saya ke Indonesia bulan November tahun lalu, saya  kecewa atas kekerasan dan penyelahgunaan kekuasaan terus berlangsung di Papua.  Tidak ada pertanggungjawaban  terbuka terhadap kekerasan yang terjadi di Papua. Saya mendesak Indonesia untuk mengijinkan wartawan asing  masuk Papua dan difasilitasi pelapor Khusus Dewan HAM PBB”. (Sumber: Jakarta Globe, Saturday May 4, 2013, hal.8)

Pembukaan kantor OPM di Oxport tidak terlepas dari kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Pemerintah Indonesia di Tanah Papua.

Dalam penegakkan HAM dan demokrasi, pemerintah di Indonesia mendapat raport merah dan  rekor terburuk dalam laporan PBB.  Penilain ini terbukti dengan tekanan dari Negara-negara anggota PBB (Amerika Serikat, Inggris, Swiss, Kanada, Norwegia, Korea Selatan, Jepang, Prancis, Jerman, Meksiko, Selandia Baru, Australia, Spanyol  dan Italia) dalam Sidang HAM PBB (UPR)  23 Mei 2012 di Genewa, Swiss.

Rekomendasi dari Negara-negara anggota PBB  ini belum dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Sebaliknya, pemerintah Indonesia meningkatkan kekerasan dan kejahatan Negara atas rakyat Papua belakangan ini.

Tekanan dari PBB dan masyarakat Internasional itu sebenarnya tidak perlu terjadi kalau pemerintah Indonesia dengan sungguh-sungguh membangun Papua sejak Papua dianeksasi ke dalam wilayah Indonesia melalui rekayasa politik melalui PEPERA 1969.

Kita patut pertanyakan sekarang setelah 50 tahun Papua dalam Indonesia. Apakah orang Papua sudah dimajukan dan berkembang dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan?
Apakah pemerintah menghormati dan melindungi martabat dan hak-hak asasi orang Papua? Bagaimana rakyat Papua sangat miskin di atas tanah dan sumber daya alam yang kaya? Apakah tidak ada tahanan politik di Papua? Mengapa Filep Karma dan Forkorus dan kawan-kawan sebagai tanahan politik tidak dibebaskan?

Bagaimana pertanggungjawaban pemerintah Indonesia atas kejahatan dan pelanggaran HAM selama 50 tahun dan pembunuhan 3 orang di Sorong Papua tanggal 30 April 2013? Bagaimana pertanggungjawaban pemerintah terhadap 2.200 anak Kristen Papua  yang dibawa ke Jawa Barat dan dididik dalam Pesantren dan di-Islam-kan yang selidiki oleh wartawan Michael Bacheland dimuat dalam laporan majalah The Sydney Morning Herald?

Sebenarnya, ada kesempatan baik bagi  pemerintah Indonesia untuk memperbaiki rekor terburuk, pemerintah dan sebagian orang terdidik Papua merancang UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Undang-Undang Otonomi Khusus disahkan  DPR RI,  Pemerintah  dan didukung negara-negara asing.  Ternyata Otonomi Khusus yang menjadi jalan tengah penyelesaian masalah Papua yang berprospek damai dan bermartabat itu telah gagal dan menjadi malapetaka terhadap rakyat Papua.

Otsus telah gagal, Pemerintah Indonesia menggantikan UP4B tanpa diminta pendapat rakyat Papua. Tapi sayang, UP4B  itu juga telah gagal dilaksanakan.

Sekarang Pemerintah Indonesia sudah menyatakan Otsus Plus. Apa yang terjadi ke depan  kalau pemerintah Indonesia terus-menerus berbohong dengan rakyat Papua?

Kenyataan ini membuktikan pemerintah dan aparat keamanan Indonesia di Tanah Papua telah gagal melindungi dan mengindonesiakan penduduk orang asli Papua.
Keprihatinan ini sudah  disampaikan oleh orang Papua dalam (a) 11 rekomendasi Musyawarah Majelis Rakyat Papua Dan Masyarakat Asli Papua pada 9-10 Juni 2010; (b) Komunike bersama pimpinan  Gereja pada 10 Januari 2011; (c) Deklarasi teologi para pemimpin Gereja 26 Januari 2011;  dan (d) pesan profetis Pimpinan Gereja Papua kepada Presiden RI, 16 Desember 2011 di Cikeas, Jakarta. 

Solusi yang diusulkan
Dialog  damai, jujur dan setara tanpa syarat yang dimediasi pihak ketiga yang netral antara wakil-wakil rakyat Papua yang sudah dipilih dan ditetapkan seperti:  Rex Rumakiek di Australia, Otto Ondowame di Vanuatu, Benny Wenda di Inggris, Leoni Tanggahma di Belanda dan Otto Mote di Amerika) dan wakil Pemerintah Indonesia.

Dibutuhkan keterlibatan pihak ketiga yang netral karena persoalan Papua adalah masalah yang berdimensi internasional karena ada keterlibatan langsung PBB, Amerika dan Belanda.

Rakyat dan bangsa Papua diberikan kesempatan untuk mengatur dirinya sendiri  (Self-Determination) dengan komitmen-komitmen politik, keamanan, dan ekonomi antara Papua dan Indonesia. Usulan ini sepertinya dianggap ekstrim.

Namun demikian, menurut saya usulan ini sangat relevan sesuai realitas dan tuntutan rakyat Papua selama ini karena  Pemerintah Indonesia sudah tidak dipercaya lagi oleh rakyat Papua. 
Penulis: Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papu
Sumber.  suarapapua.com

Top