Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe.(Jubi/Alex) |
Jayapura - Untuk
memperlihatkan kemajuan dan apa yang dimiliki oleh Papua, Gubernur
Provinsi Papua Lukas Enembe mempersilahkan wartawan asing untuk
berkunjung ke wilayah paling Timur di Indonesia ini.
“Bisa, kenapa
tidak. Boleh saja datang disini dan tidak ada masalah, karena para
wartawan asing juga harus melihat secara langsung kemajuan apa yang
terjadi di Papua,” kata Gubernur Lukas Enembe kepada wartawan, di
Jayapura, Rabu (9/10).
Apa yang
dimiliki atau kemajuan yang dimiliki Papua tidak boleh ditutupi, karena
dunia luar juga harus tahu apa yang sebenarnya terjadi di Papua. Jika
hal itu ditutupi jelas dunia luar akan bertanya apa yang sebenarnya
terjadi di Papua. ”Para wartawan asing harus melihat kemajuan yang
terjadi di Papua. Tidak boleh kita tutupi. Pasti ada apa ini. Akan
tetapi kalau kita buka, mereka akan melihat perubahan yang terjadi luar
biasa,” ujarnya.
Sebelumnya,
organisasi pers dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) belum melihat
reaksi positif dari pemerintah Indonesia terhadap tuntutan masyarakat
internasional yang meminta dibukanya akses jurnalis internasional ke
Papua. Pada 2012 lalu, kepada sekelompok jurnalis asing di Jakarta,
Marty Natalegawa, Menteri Luar Negeri Indonesia mengatakan, ada 35
jurnalis asing yang telah diberikan akses ke Provinsi Papua sepanjang
2011-2012. Namun jurnalis ini memahami, tidak semua dapat melakukan
liputan di Papua.
“Tujuh jurnalis
asing telah dideportasi dari Papua karena melakukan pekerjaan
jurnalistik. Marty kemudian berjanji akan meninjau ulang kasus ini meski
Marty mengaku mengkhawatirkan keamanan para jurnalis asing ini,” kata
Koordinator Advokasi dan Serikat Pekerja AJI Kota Jayapura, Jack Wally.
Namun menurut
AJI Kota Jayapura, bertolak belakang dengan pernyataan Marty Natalegawa,
AJI Kota Jayapura mencatat beberapa jurnalis asing dari New Zealand,
Belanda, Inggris dan Australia mengalami kesulitan saat mengajukan ijin
masuk Papua.
AJI Kota
Jayapura memandang pemerintah Indonesia tak memiliki sikap yang tegas
antara membatasi atau membuka ruang untuk para jurnalis internasional
karena hingga saat ini belum ada peraturan formal yang bertujuan
membatasi jurnalis asing masuk Papua tetapi pada prakteknya, jurnalis
internasional meyakini, mereka dibatasi untuk masuk Papua dengan cara
mempersulit ijin masuk ke Papua.
AJI Kota
Jayapura melihat situasi ini menunjukan adanya ruang “abu-abu” yang
setiap saat dapat dimanfaatkan untuk menghambat proses kebebasan dan
kemerdekaan pers di Indonesia yang setiap saat berpotensi menurunkan
peringkat Indonesia dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia.(Jubi/Alex)
Sumber : www.tabloidjubi.com