Sabine Jamieson Model Australia's Next Top |
SATUHARAPAN.COM Bandung sabtu 22 oktober 2016 cheko papua . Upaya Indonesia untuk meredam internasionalisasi masalah Papua,
tampaknya semakin hari semakin menemukan tantangan berat. Setelah tujuh
negara Pasifik belum lama ini mengangkat isu Papua di Sidang Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), berbagai jalur lain untuk
mengangkat isu itu bermunculan.
Tak lagi hanya lewat jalur
diplomasi formal, kini lewat saluran diplomasi lain, termasuk diplomasi
budaya, upaya untuk melakukan internasionalisasi isu Papua seakan tak
terbendung.
Yang terbaru adalah munculnya sosok Sabine Jamieson,
yang profilnya ditampilkan oleh sebuah media online komunitas Yahudi
Australia, Australia Jewish News, Selasa (18/10). Jamieson adalah
seorang model rupawan berdarah Yahudi berusia 18 tahun. Tetapi bukan
hanya wajah rupawannya yang bisa menarik perhatian. Cita-citanya yang
unik dan lebih dari sekadar memperagakan pakaian, perlu dicermati.
Ketika diwawancarai dalam audisi menjadi Australia's Next Top Model,
dengan gamblang ia mengatakan bahwa ia tidak ingin sekadar menjadi
model. Dia ingin mendedikasikan karier modelnya untuk menyuarakan
permasalahan Papua ke dunia internasional.
Sebagaimana dilaporkan
oleh jewishnews.net.au, Jamieson mengatakan ketimbang sekadar berwajah
rupawan, ia berharap karier modelnya dapat menjadi platform baginya
untuk berbicara tentang isu-isu sosial, "terutama genosida di Papua
(Barat) dan krisis pengungsi Australia."
Jamieson tidak sekadar
membual dalam soal ini. Ia sudah melakukannya. Menurut Jamieson, dia dan
adik kembarnya saat ini tengah terlibat dalam penggalangan dana untuk
masyarakat Papua (Barat) melalui produksi T-shirt. Produk itu mereka
jual dan hasilnya disumbangkan kepada gerakan pembebasan Papua lewat
wadah United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
"Ketika
Anda menjadi model, Anda memiliki banyak kekuasaan dengan media dan
kekuatan untuk menempatkan sorotan pada berbagai isu yang berbeda," kata
Jamieson, sebagaimana dikutip oleh Jewish News.
Ia mengatakan
saat ini belum banyak sorotan yang diarahkan kepada isu Papua.
"Masyarakat internasional menutup mata. Kita memiliki kekuatan teknologi
untuk menunjukkan apa yang terjadi di sana, sehingga benar-benar
penting bahwa kita melakukan itu," kata dia.
Di bagian lain
pendapatnya, mengenai krisis pengungsi saat ini ia berkisah tentang
kakeknya. "Kakek saya dan keluarganya adalah pengungsi setelah perang.
Sekarang ada masalah imigran. Sejarah telah berulang. Keluarga saya
meraih kesuksesan (sebagai imigran) karena mereka dibantu oleh
masyarakat Australia, dan saya akan senang bila dapat melakukan hal yang
sama kepada orang-orang (imigran) di generasi ini. "
Menangi Australia's Next Top Model
Pada tahun 2014, Jamieson masih tinggal bersama keluarga dan saudara
kembarnya, Nakisha, di Byron Bay, Australia, ketika mimpinya untuk
bekerja terwujud. Ia bekerja di majalah Real Living.
Bekerja di majalah itu ternyata membuka matanya terhadap industri fesyen. Dari sana pula ia jatuh cinta pada dunia itu.
Lalu pengalaman itu menginspirasinya pindah ke Sydney dan tinggal
bersama nenek dan kakeknya, Sandra dan Yoram Gross. Almarhum Yoram
terkenal dengan produksi dan animasi Blinky Bill. Ia adalah korban
Holocaust yang tiba di Australia dari Polandia setelah perang.
Kedatangan Jamieson ke Sydney menggembirakan Yoram. Yoram pun
memperkenalkan cucunya kepada komunitas Yahudi setempat dan dilanjutkan
dengan kecintaanya kepada industri hiburan.
"Semuanya tampak
sangat menarik pada saat itu," kenang Jamieson. "Pindah ke Sydney,
tinggal bersama kakek yang memanjakan saya," kata dia.
Namun duka
kemudian datang. Pada tanggal 20 September 2015, Yoram meninggal.
"Keluarga saya semua datang ke Sydney untuk pemakaman dan mereka semua
berkabung," Jamieson mengenang.
Lalu ia memutuskan akan pulang ke
kampung halamannya, ketika sebuah momen yang menentukan hidupnya
terjadi. "Saya siap untuk terbang kembali ke Byron Bay dengan mereka
ketika saya melihat sebuah iklan untuk musim ke-10 program televisi
Australia's Next Top Model. Dan saya punya perasaan bahwa saya harus
ikut. Saya merasa 'saya harus melakukan itu'. Saya mengatakan kepada
rumah produksi, bahwa saya hanya punya waktu satu setengah- jam, karena
saya harus mengejar pesawat."
Jamieson, siswa kelas 11 di
Emanuel School saat itu, mengatakan bahwa dia tidak punya harapan akan
lolos audisi. Namun betapa terkejutnya dirinya ketika ia menerima email
yang memberitahukan bahwa dia telah lolos, dan benar-benar menjadi
peserta Australia's Next Top Model.
Kemenangan itu, menurutnya,
memberi kesempatan baginya mengenang dan berterimakasih kepada kakeknya
yang telah memperkenalkannya kepada industri hiburan.
Pada 20
September lalu, tepat setahun setelah kakeknya berpulang, episode
pertama Australia's Next Top Model disiarkan di Fox8. Jamieson
menontonnya bersama neneknya.