Suasana Dialog(Arjuna/Jubi) |
Jayapura, 10/7 (Jubi) – PT Freeport dinilai tidak bertanggung jawab dan tidak transparan selama bereksplorasi di Papua.
Pernyataan tersebut dikatakan Yan Mandenas Ketua Komisi D DPR Papua dalam dialog yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura yang ditayangkan langsung di stasiun TVRI Papua, Jalan Bhayangkara, Rabu (10/7), pkl 20.00 WIT- 20.50 WIT, dan dipandu Ketua AJI Jayapura Viktor Mambor.
“Dalam pengelolaan selama ini kami melihat, dikelola tidak transparan dan tidak bertanggung jawab secara penuh. Perlu evaluasi secara total dan bicarakan kepada pemerintah pusat,” kata Yan Mandenas.
Ketua AJI Viktor Mambor dalam pembukaan dialog menyebut, selama ini terjadi perbedaan antara pihak perusahaan dan media yang memberikan pemberitaan kepada publik.
“Selama ini apa yang disampaikan perusahaan berbeda dengan apa yang disampaikan dalam berita,” kata Viktor Mambor.
Kepala Dinas Pertambangan Provinsi Papua Melmambessy Moses mengatakan, berbicara tentang transparansi pertambangan di Papua, pihaknya memang harus berdasarkan pada regulasi.
“Maksudnya aturan-aturan yang mendukung sehingga bisa menciptakan transparansi yang baik. Selain BP di Papua Barat, tahun ‘67, sejak 7 April 1967 kontrak pemerintah dengan PT Freeport, bahwa kita bekerja atas dasar kontrak itu,” kata Moses.
Pernyataan tersebut dikatakan Yan Mandenas Ketua Komisi D DPR Papua dalam dialog yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura yang ditayangkan langsung di stasiun TVRI Papua, Jalan Bhayangkara, Rabu (10/7), pkl 20.00 WIT- 20.50 WIT, dan dipandu Ketua AJI Jayapura Viktor Mambor.
“Dalam pengelolaan selama ini kami melihat, dikelola tidak transparan dan tidak bertanggung jawab secara penuh. Perlu evaluasi secara total dan bicarakan kepada pemerintah pusat,” kata Yan Mandenas.
Ketua AJI Viktor Mambor dalam pembukaan dialog menyebut, selama ini terjadi perbedaan antara pihak perusahaan dan media yang memberikan pemberitaan kepada publik.
“Selama ini apa yang disampaikan perusahaan berbeda dengan apa yang disampaikan dalam berita,” kata Viktor Mambor.
Kepala Dinas Pertambangan Provinsi Papua Melmambessy Moses mengatakan, berbicara tentang transparansi pertambangan di Papua, pihaknya memang harus berdasarkan pada regulasi.
“Maksudnya aturan-aturan yang mendukung sehingga bisa menciptakan transparansi yang baik. Selain BP di Papua Barat, tahun ‘67, sejak 7 April 1967 kontrak pemerintah dengan PT Freeport, bahwa kita bekerja atas dasar kontrak itu,” kata Moses.
Menurut dia, ada batasan-batasan yang kita tahu dan tidak tahu, seperti
keterlibatan pemerintah daerah dibatasi regulasi itu dalam
mengawasi.Karena itu, lanjut dia, pemerintahan yang baru di bawah
pimpinan gubernur Papua Lukas Enembe perlu membuat regulasi demi
keberpihakan pada daerah.
Yan Mandenas menyebut, 75 persen APBD Kabupaten Timika bersumber dari
Freeport. Maka pihaknya berupaya mendorong agar ditinjau kembali kontrak
kerja Freeport.
Yusak Reba mempertanyakan soal transparanasi, apakah pertambangan di
Papua yang dilakukan oleh investor sudah memiliki transparansi atau
tidak. “Kita bicara kewenangan itu dulu. Berapa banyak tambang yang
dihasilkan? Dalam konteks hukum internasional mereka mengatur Negara.
Prakteknya mereka ke depan akan mengendalikan Negara dan Negara akan
tidak berdaya,” kata Yusak.
Selanjutnya perlu ada keterlibatan masyarakat lokal atau pemilik ulayat
sekitar areal tersebut. Batasannya harus jelas untuk mendongkrak PAD.
Disebutkan Pemda Papua hanya mencapai Rp 400 miliar. Namun, dalam
mengevaluasi, Yan menganjurkan renegosiasi dengan pemerintah pusat.
Kewenangan harus diberikan kepada Pemda. “Kalau kewenangan pada pusat
saja maka daerah ini tidak diurus dengan baik,” kata dia.
Dalam konteks undang-undang otonomi khusus (Otsus) dan Kepres nomor 3
tahun 2012, perlu ada kebijakan gubernur, merevisi undang-undang Otsus
yang dimaksud.
“Ada hal-hal yang dilakukan dan tidak dilakukan. Perlu keterlibatan
masyarakat adat. Kantor Freeport kapan dihadirkan, tergantung. 11 dan 19
juni lalu Kaukus Papua undang semua menyatakan renegosiasi Freeport
lagi, 9 Juni lalu renegosiasi perlu dilakukan. Salah satunya kantor PT
Freeport, 5 juli 2013, gubernur nyatakan di depan 7 menteri Otsus plus
harus didorong,” kata Moses.(Jubi/Timoteus Marten)
sumber : tabloidjubi.com