Slider[Style1]

Suara West Papua

Internasional

Polhukam

Suara Mahasiswa

Opini

ketua komite nasional papua Barat
( KNPB ) Pusat . Tn.Viktor Yeimo
Bandung 25 september 2016 .cheko papua. Di gedung Dewan HAM PBB, sudah lama dunia terkesima pada tipu daya Indonesia dengan promosi "ham dan demokrasi". Di sesi 32 Debat Umum sidang HAM PBB, Indonesia masih saja menunjukan gelagat kemunafikannya atas semua data-data kejahatan kolonial Indonesia yang sudah tersaji di meja negara-negara Pasifik, Uni Eropa, dan berbagai pelapor khusus PBB.

Sungguh ironis memang, bahkan memukul kembali wajah Indonesia ketika Dubes RI untuk PBB, Triyono Wibowo membantah sambil "menyerang" semua laporan dan desakan Solomon Islands, Vanuatu dan 21 NGO yang tersaji di sidang HAM PBB, kemarin, (22/06/2016).

Barangkali Indonesia masih berkutat pada cara lama menyembunyikan fakta sambil berseliweran di hadapan peserta sidang, di zaman "klik" dimana saat bersamaan semua potret pelanggaram HAM West Papua dapat langsung diakses di internet.

Bisakah Indonesia menghentikan kredibilitas data 21 NGO yang telah tersalur melalui NGO yang telah terakreditasi di bawa Dewan HAM PBB? Atau haruskah RI membalas tekanan Vanuatu dan Solomon Islands yang berbicara membela West Papua yang adalah observer di organisasi sub-regional PBB, yakni MSG?

Dewan HAM PBB adalah satu bagian dari PBB yang dibentuk atas kehendak politik negara-negara di dunia, sehingga sangat salah bila konflik politik West Papua versus Indonesia yang menyebabkan pelanggaram HAM di pisahkan. Ketika South Sudan bicara referendum, pelanggaran HAM hingga kini terus dipersoalkan, karena memang pelanggaran ham negara adalah anak kandung dari politik. Itulah West Papua, itulah Timor Leste, atau Palestina.

Saat saya hendak masuk Sidang HAM PBB, salah satu diplomat Indonesia cegat dan tanya: "Disini bukan politik dan tidak ada pelanggaran HAM Papua, dan kami akan menaggapi". Sontak, saya bilang: "Tidak mungkin pejuang politik hadir disini, kalau tidak ada politik kolonialisme Indonesia yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan di West Papua".

"Kami bukan penjajah, dan negara bertaggung pada HAM Papua" tanggap si diplomat ini. Saya katakan, "Justru anda Indonesia yang telah dan sedang menunjukan diri penjajah melalui praktek penjajahan. 30an lebih anggota saya kau bunuh, ribuan terus ditangkap, lain dipenjara, inikah bentuk perlindungan HAM Papua?"

"Lagi, saya kesini karena tidak ada jaminan HAM bagi rakyat West Papua dalam kolonial Indonesia. Karena itu anda sebagai anggota PBB harus ditegur dan memastikan para pelapor dan utusan HAM PBB ke West Papua agar memantau hak sipil politik bangsa Papua yang sedang berjuang menuntut penetuan nasib sendiri secara damai, " saya jelaskan.

Oh tidak, dia lanjut menggapi, kalau pemerintahnya sedang menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM Papua. Saya jawab: "maaf, itu sudah masuk ranah politik pencitraan kolonial. Di gedung ini kita bicara data dan fakta kejahatan negara. Karena itu kita butuh pemantau Internasional, karena Indonesia sudah gagal menjamin hak orang Papua untuk berkumpul, berekspresi, apalagi beribadah".
Indonesia dan PBB harus menjamin orang Papua untuk berbicara tentang sejarah pelanggaran dan manipulasi pepera 1969, dan mendampingi orang Papua menuntut penentuan nasib sendiri melalui referendum yang damai, demokratis dan final.
Geneva, 23 Juni 2016

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

Top